

Ketertiban tidak tumbuh dari spanduk. Perubahan tidak datang dari seremoni. Di jalanan Kota Tangerang, kerja-kerja Dinas Perhubungan mulai terasa dalam bentuk nyata.
Dari pusat kota hingga jalur pinggiran, sejumlah titik ditata ulang. Dishub turun langsung ke lapangan, mengurai simpul kemacetan, menegakkan rambu, menertibkan parkir liar, dan memastikan kendaraan umum berjalan sesuai aturan. Mereka hadir dan bekerja untuk menjawab kebutuhan warga.
Parkir liar yang selama ini dianggap sepele, ternyata jadi sumber utama kemacetan di berbagai titik. Dishub menurunkan petugas secara berkala untuk menertibkan kendaraan yang berhenti sembarangan di badan jalan.
“Kalau dibiarkan, parkir sembarangan ini seperti luka kecil yang lama-lama menjalar. Banyak ruas jalan yang macet bukan karena volume kendaraan, tapi karena bahu jalan diambil paksa,” tegas Dr. H. Achmad Suhaely,.
Petugas diminta bertindak cepat dan terukur. Di beberapa titik, Dishub mulai membuat kantong parkir alternatif dan menata ulang zona berhenti kendaraan umum agar tidak saling menumpuk.
“Kami tidak sedang mencari siapa yang salah. Kami mencari cara agar lalu lintas bisa kembali lancar. Penertiban ini bagian dari tanggung jawab,” ujarnya.
Di sisi lain, layanan angkutan gratis yang semula diragukan kini mulai dipercaya. Jalur diperluas, waktu layanan ditambah, armada dijaga kelayakannya. Masyarakat mulai merasakan pembenahan transportasi publik yang dijalankan secara bertahap namun konsisten.
“Transportasi publik adalah urusan hidup sehari-hari. Kalau tidak kita benahi dengan serius, yang dirugikan pertama adalah masyarakat paling bawah,” lanjutnya.
Penegakan aturan helm dan sabuk pengaman berjalan bersama kepolisian. Keselamatan dijaga lewat pendekatan langsung di lapangan. Jalan diperlakukan sebagai ruang bersama yang membutuhkan disiplin bersama.
“Kami tidak mengejar angka penindakan. Kami ingin warga paham bahwa keselamatan di jalan tidak bisa ditawar,” katanya.
Dishub juga mulai memperbaiki pola komunikasi di lapangan. Petugas dibekali dengan pendekatan yang lebih humanis namun tetap tegas.
“Jalanan Kota Tangerang terlalu padat untuk diurus dengan cara biasa. Kami butuh kecepatan, ketegasan, dan rasa hormat terhadap pengguna jalan. Itu yang kami tanamkan ke seluruh personel,” ucapnya.
“Kami tidak ingin sibuk di balik meja. Jalanan adalah cermin dari sistem yang berjalan. Jika mulai tertib, itu artinya kerja nyata sedang berlangsung,” tambahnya.
“Kami sadar jalanan ini adalah wajah kota. Kalau kita abai, masyarakat yang menanggung akibatnya. Maka kami bertindak, bukan menunggu diminta,” tutupnya.(adv)